Radikalisme dan ekstremisme yang terjadi akhir-akhir ini pada kaum muda telah menurunkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Padahal demokrasi mengandaikan hak dan kebebasan yang sama dari ancaman atau paksaan, terlebih dalam kebebasan beragama. Keterlibatan kaum muda terdidik dalam pelbagai tindakan ekstremis salah satunya dapat dilihat lebih jauh dari buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang digunakan di Sekolah Menengah Atas. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan definisi toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang dijelaskan dalam buku-buku PAI dan memaparkan landasan teologis yang digunakan buku-buku tersebut dan bagaimana ia ditafsirkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis isi terhadap buku ajar. Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi yang digunakan hanya menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Ayat-ayat yang menjadi landasan teologis buku-buku ajar dikutip dan ditafsirkan secara tekstual. Sedangkan, kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah klasik, hampir tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia.
Radikalisme agama tumbuh subur dinegeri ini. Aksi kekerasan berbasis agama kerap terjadi dan bahkan intensitasnya makin meningkat dewasa ini. Hal ini makin memerli hatkan bahwa wacana pluralisme dan kebe basan agama masih menjadi problem krusial bagi kehidupan sosial-keagamaan di Indonesia seperti tampak dari “Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2009” yang dikeluarkan oleh Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM Yogyakarta. Hal ini khususnya terkait pertentangan dalam pendirian rumah ibadah, wacana penyesatan dan penyerangan terhadap kelompok minoritas agama di luar paham keyakinan yang mainstream.
Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi, serta foto-foto yang digunakan, menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Sedangkan, landasan teologis buku-buku ajar hanya mengutip ayat secara formal dan kemudian menafsirkannya secara tekstual. Begitupun kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah nabi-nabi, khususnya kisah Nabi. Ada beberapa buku yang mencoba mengutip peristiwa di zaman modern namun tidak memaparkannya secara lebih jelas dan mendalam. Sementara hampir
tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia. Contoh-contoh teladan dan perilaku yang digunakan untuk menjelaskan topik toleransi, kerukunan, dan diskriminasi dalam buku-buku ajar yang dikaji dalam penelitian ini tidak mencerminkan adanya kontekstualisasi isu-isu yang dibahas dengan persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh Muslim Indonesia.
selengkapny anda bisa membacanya di http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-ushuluddin/article/view/4857
Radikalisme agama tumbuh subur dinegeri ini. Aksi kekerasan berbasis agama kerap terjadi dan bahkan intensitasnya makin meningkat dewasa ini. Hal ini makin memerli hatkan bahwa wacana pluralisme dan kebe basan agama masih menjadi problem krusial bagi kehidupan sosial-keagamaan di Indonesia seperti tampak dari “Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2009” yang dikeluarkan oleh Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM Yogyakarta. Hal ini khususnya terkait pertentangan dalam pendirian rumah ibadah, wacana penyesatan dan penyerangan terhadap kelompok minoritas agama di luar paham keyakinan yang mainstream.
Definisi tentang toleransi, kerukunan, dan diskriminasi, serta foto-foto yang digunakan, menekankan pada hubungan antar-agama dan budaya. Tidak ada penjelasan yang eksplisit tentang perlunya membangun toleransi dan kerukunan intra-agama yang belakangan banyak mendapat sorotan di Indonesia karena kerap mengalami konflik. Sedangkan, landasan teologis buku-buku ajar hanya mengutip ayat secara formal dan kemudian menafsirkannya secara tekstual. Begitupun kisah-kisah prilaku dan teladan lebih memfokuskan pada contoh prilaku yang diambil dari kisah nabi-nabi, khususnya kisah Nabi. Ada beberapa buku yang mencoba mengutip peristiwa di zaman modern namun tidak memaparkannya secara lebih jelas dan mendalam. Sementara hampir
tidak ada kisah, prilaku, teladan, atau contoh kasus yang diambil dari konteks Indonesia. Contoh-contoh teladan dan perilaku yang digunakan untuk menjelaskan topik toleransi, kerukunan, dan diskriminasi dalam buku-buku ajar yang dikaji dalam penelitian ini tidak mencerminkan adanya kontekstualisasi isu-isu yang dibahas dengan persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh Muslim Indonesia.
selengkapny anda bisa membacanya di http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-ushuluddin/article/view/4857
Nilai-Nilai Pluralisme dalam Buku Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)
Reviewed by Unknown
on
December 21, 2017
Rating:
Tulisan nya bagus sangat inapiratif.pemilihan kata ny menarik
ReplyDeleteTulisannya sangat inspiratif, good job kicau digo
ReplyDeleteKeren nih
ReplyDeletekeren tulisannya, menarik
ReplyDeleteKeren,info yg bermanfaat.
ReplyDelete